Kamis, 15 Maret 2012

Rijsbergen Tetap Bersahaja Sekalipun...



KOMPAS.com - Munculnya nama Wim Rijsbergen, yang diperkenalkan sebagai pelatih tim nasional Indonesia untuk Pra-Piala Dunia 2014 di Brasil, sempat mengejutkan sebagian masyarakat sepak bola dan masyarakat awam negeri ini.

Kehadirannya menjadi sasaran tembak sekelompok orang ketika dunia sepak bola negeri ini masih belum ingin mengakhiri saling sikut, saling tuding antara kelompok satu dan kelompok lainnya yang tanpa malu-malu mengatasnamakan ”pembinaan sepak bola bangsa ini” sebagai tameng.

Apalagi bila ditambah dengan nama kondang pemain belakang asal Belanda, Wilhelmus Gerardus Rijsbergen, yang dipilih PSSI menggantikan Alfred Riedl. Setelah ingar-bingar itu, PSSI menunjuk Rijsbergen menjadi Direktur Teknik PSSI.

Akibatnya, sentimen yang dibangun bukan kehebatannya sebagai pemain bertahan ”Tim Orange” menjadi runner-up Piala Dunia 1974 dan 1978. Atau saat Rijsbergen menjadi double stopper bersama Franz Beckenbauer di kesebelasan New York Cosmos, Amerika Serikat, yang sempat mendunia pada era 1980-an lalu.

Namun sebaliknya, sentimen yang dibangun adalah Rijsbergen yang ”kompeni”. Bahkan, stigma seperti itu pun sempat keluar dari mulut seorang pemain U-21 Indonesia yang tidak mampu mengibarkan ”Merah Putih” di turnamen Piala Hassanal Bolkiah 2012 di Brunei, Jumat (9/3).

Bisa jadi karena pemain itu belum tahu kalau Belanda hingga saat ini masih menjadi salah satu sentra pembangunan sepak bola dunia. Entah itu untuk pembinaan yunior, antara lain dengan Ajax Amsterdam, maupun pelatih kelas dunia, seperti Guus Hiddink, yang menjadi rebutan sejumlah negara.

Diakui atau tidak, PSSI merupakan salah satu peninggalan kompeni kepada bangsa ini. Lewat sepak bola, Indonesia sempat berjaya di pentas Asia sebelum rusak seperti sekarang.


”Sudah pintar”

Rijsbergen hanya seorang pelatih pemegang sertifikat FIFA yang setiap dua tahun sekali harus diperbarui. Ayah tiga anak asal Leiden ini pun tetap bersahaja sekalipun tidak seorang pelatih yang mau mengajaknya berdiskusi pada saat tim U-21 Indonesia main di Brunei. ”Saya tidak tahu apa para pelatih- sudah pintar dan mengetahui semuanya. Atau karena mereka tidak tahu apa-apa sehingga tidak mau bertanya,” tuturnya dengan nada khas Belanda yang sakelek.

Diskusi itu mungkin salah satu cara berbagi ilmu. Namun, Bob Hippy, yang ikut mendampingi tim U-21, berharap Rijsbergen, yang 18 Januari lalu genap berusia 60 tahun itu, mengurangi sikap sakeleknya. Mungkin karena ”orang Indonesia” masih mau menikmati kemerdekaan berdiskusi. (Korano Nicolash LMS)





kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar